Lunang: Pencarian dalam Kisah-Kisah


Ini adalah kisah tentang seorang anak laki-laki yang sosoknya terus menerus terlihat di berbagai belahan dunia. Anak itu seperti tiba-tiba saja ada di sana. Konon, anak laki-laki itu terlihat bermain ombak di sebuah pelabuhan di belahan dunia yang paling jauh. Entah bagaimana, ia juga terlihat berlarian di Barat, Timur, Utara, Selatan.. entah seluruhnya dalam waktu yang bersamaan atau tidak.

Sosoknya yang terlihat asing dengan kulit sawo matang terbakar matahari, kepala gundul, perut buncit, dan dahi jenong; konon sering terlihat berlarian bebas di pelabuhan. Keberadaannya adalah misteri. Orang-orang pelabuhan dan para pelaut terus membicarakannya –mencoba mengungkapkan misterinya.

Mungkin ia adalah bocah pengembara yang menjelajah dunia dengan seluruh keajaibannya. Mungkin, secara kebetulan, sosok yang mirip dengannya begitu umum dijumpai di berbagai penjuru dunia. Mungkin juga, ia hanyalah kisah yang dihembuskan para pelaut yang kebosanan. Bagaimana ia sampai di sana, di mana pun ia berada, tidak ada yang tahu.


Berpuluh-puluh tahun kemudian, ia menjadi mitos. Kisah-kisah berkembang atasnya. Kisahnya ditemukan di dalam catatan-catatan para petualang dari seluruh penjuru dunia. Para penjelajah bumi memiliki cara masing-masing untuk menceritakannya. Sebagian ajaib, sisanya tidak masuk akal. Seperti halnya kisah-kisah pada umumnya, kisah ini memiliki kebenaran terkandung di dalamnya walaupun sedikit saja. Bagaimanapun, mitos adalah sesuatu yang diciptakan untuk menjawab pertanyaan yang rumit. Sebagian unsurnya adalah kebenaran. Anak itu, seperti terus menerus mempermainkannya. Para pelaut dan penghuni pelabuhan bergantian bertukar cerita mengenai keberadaannya. Kisahnya berhembus bersama asin angin laut yang lembab dan hangat. Kisah tentang Lunang, si anak laki-laki yang ditemui para pelaut di dalam ekspedisi mereka mencari sumber kehidupan baru.

Tentang pengembaraan, pencarian, dan penemuan.
Bagi Iwan Effendi, Lunang adalah sang nusantara. Indonesia yang kaya akan rempah-rempah merupakan pulau harta karun bagi mereka yang tinggal di Barat. Berbagai kisah berhembus tentangnya –penuh janji dan dibumbui kisah petualangan yang akan membuat jiwa anak laki-laki di setiap pria dewasa tergelitik. Hadiah yang besar akan didapatkan bagi yang berhasil pulang dari pencariannya –walaupun tidak banyak yang berhasil dalam prosesnya.

Nusantara pernah menjadi sebuah mitos, seperti Lunang. Kabar tentangnya berhembus simpang siur di setiap pelabuhan. Kisah-kisah tersebut dipenuhi keajaiban, misteri, dan harta karun. Jauh sebelum para penjelajah menaklukkan Nusantara, tanah ini adalah terra incognitia-- daratan yang tidak dikenali. Daratan asing yang belum terjamah. Bagaimana mungkin orang-orang mempercayai sebuah kisah mengenai daratan jauh yang tidak dikenali tanpa pernah melihatnya? Begitulah kepercayaan atas sedikit kebenaran yang terkandung dalam kisah-kisah menjadi penting dalam sejarah penjelajahan dan penemuan-penemuan di dunia.

Kisah tentang keberadaan Nusantara memerlukan kepercayaan yang kuat dari mereka yang mendengarnya. Kisah tentang harta karun yang tumbuh subur di daratannya dimulai dari sebuah wabah flu yang konon mematikan dan hanya bisa disembuhkan oleh pala. Pala, yang sebelumnya tidak terlalu dipedulikan asal-usulnya, mulai ditelusuri keberadaannya. Ekspedisi demi ekspedisi dilakukan untuk menemukan pohonnya dan konon, para pelaut bisa mencium aroma hangat rerempahan dan pala bahkan sebelum sempat melihat daratannya. Sebelum penaklukkan, politik, dan perdagangan masuk –pelayaran merupakan permainan anak lelaki yang sarat dengan unsur petualangan dan rasa penasaran yang polos dan membuncah.

Atas nama petualangan, usaha untuk bertahan hidup, dan menemukan sumber alam baru; Nusantara menjadi bagian dari perlintasan dan tujuan utama petualang samudera dari berbagai penjuru dunia. Begitulah Nusantara, apabila ditilik dari sudut pandang itu, ditemukan. Namun sebagaimana keberadaan Lunang –si anak laki-laki yang begitu saja ada di pelabuhan di berbagai penjuru dunia, Nusantara telah ada jauh sebelumnya. Sebuah daratan yang tidak dikenali bagi sebuah sisi belahan dunia yang lain, adalah sesungguhnya daratan yang telah ada. Maka seperti Lunang, asal-usulnya adalah misteri. Namun sebagian orang takut pada hal-hal yang tidak dikenalinya, demikian lah mereka mulai mempelajari Nusantara sementara lainnya mencoba menaklukkannya.

Ajaib ketika melihat betapa banyak makhluk-makhluk dongeng yang digambarkan sepanjang peta ‘jalan’ menuju Nusantara. Kisah-kisah mengenai naga, ular laut raksasa, dan putri duyung tergambar di dalam peta-peta lama tersebut. Konon rupanya daerah yang belum terjamah dalam peta kerap digambarkan dalam bentuk lukisan makhluk dongeng. Dalam The Hunt-Lenox Globe (1503-07), terdapat beberapa daerah yang bertuliskan Hc Svnt Dracones (i.e. hic sunt dracones, here are dragons) yang alih-alih menggambarkan lokasi tinggalnya para naga yang berbahaya, merupakan tanda bahwa area tersebut berbahaya dan belum terjamah. Istilah ini konon muncul di sekitaran pantai timur Asia, yang mungkin saja terkait dengan pulau Komodo..atau mungkin juga sebatas peletakan mitos untuk menyederhanakan jawaban atas misteri-misteri yang ada di daerah tersebut.

Pencarian Sosok Lunang sang Nusantara
Dalam usahanya mempelajari sejarah maritim Indonesia, Iwan Effendi memilih berguru pada kisah-kisah dan peta lama. Di dalam kisah-kisah tersebut, Iwan menemukan sosok Lunang dan di dalam peta lama, ia menemukan sedikit sejarah budaya kelautan Indonesia. Maka kisah Lunang ini adalah tentang pencarian-pencarian dan berbagai penemuan yang dialami oleh orang dari masa lalu maupun secara kekaryaan oleh Iwan Effendi sendiri. Pameran proses ini merupakan ‘ekspedisi’ menelusuri dua hal: 1. Pencarian sejarah maritim Indonesia dan 2. Penemuan atas sosok Lunang dan segala teka tekinya.

Bagi Iwan Effendi, sosok anak kecil Lunang merupakan penggambaran peradaban laut yang dicarinya. Budaya laut yang ada di Indonesia adalah pencarian yang terus menerus yang apabila ditemukan, usianya masih sangat muda. Bagaimanapun juga, masa kanak-kanak adalah sebuah ruang tunggu; sebuah masa yang menyisakan ruang untuk pembelajaran. Mungkin seperti halnya Lunang, keberadaannya telah lama, namun kesadaran tentangnya baru saja ditemukan.

Budaya kelautan yang ada di Nusantara letaknya begitu dekat dengan mitos-mitos, kemunculan, kepercayaan, dan pertemuan. Iwan memilih bercerita dengan menggunakan seorang anak laki-laki sebagai pusatnya. Ketika ia memilih menceritakan penemuannya akan budaya maritim nusantara melalui sosok seorang anak kecil yang terus menerus terlihat di setiap pelabuhan di berbagai belahan dunia; ia menyisakan ruang untuk misteri, kepolosan, rasa ingin tahu, dan petualangan. Apakah Lunang bertualang untuk mencari sesuatu? Apakah sosok Lunang hanyalah mitos yang kerap dihembuskan para pemimpi? Apakah Lunang mencari atau ia lah yang dicari? Bisakah mereka yang bertemu dengannya mempelajari sesuatu yang baru darinya?

Banyak kisah serupa yang muncul di tengah misteri laut. Seorang penyair kenamaan Indonesia pernah menceritakan secara puitis tentang seekor ikan paus merah yang terkadang muncul saat senja keemasan sempurna. Punggungnya berdarah oleh panah yang tertancap tegak lurus, dan tangisnya menceritakan tentang luka yang beratus-ratus tahun lamanya diceritakan oleh musafir yang berkeliling dari satu pelabukan ke pelabuhan lainnya –tanpa pernah benar-benar melihatnya. Terkadang misteri lautan luas dan budaya perpindahan atas misi petualangan ini dimulai dengan hal yang sederhana: mempercayai.

Kisah-kisah atas Nusantara juga pernah digaungkan oleh Marco Polo, dalam tulisannya tentang “Java le Grande” (the great island of Java). Marco Polo konon mempercayai bahwa Jawa adalah pulau terbesar di dunia –sementara para penjelajah setelahnya mempercayai bahwa yang dianggap sebagai Java le Grande adalah mungkin New Holland (benua Australia), dan Marco Polo menceritakan tentang keagungan pulau Jawa tanpa pernah benar-benar menapaki pulau Jawa. Konon Marco Polo hanya sampai ke Java Minor (pulau Sumatera) dan mempercayai teorinya tentang Java le Grande. Bertahun-tahun kemudian teori-teori ini terpatahkan oleh para pakar geografi yang membuat berbagai pembuktian atasnya.

Hal ini mengingatkan akan sebuah kisah dalam buku Antoine de Saint-Exupery, Pangeran Kecil, di mana terdapat seorang pakar geografi yang secara tekun mencatat sungai dan gunung-gunung yang bahkan belum pernah ia lihat. Namun bukankah hal tersebut menarik dan menggelitik untuk sesekali mempercayai dongeng indah yang diceritakan seorang petualang? Sulit memisahkan antara yang fiksi dan yang nyata dalam petualangan laut semacam ini.

Hal tersebut mungkin merupakan salah satu hal yang hanya dipahami oleh benak kanak-kanak. Hal itu pula yang mungkin membuat sosok Lunang misterius penuh teka-teki. Seperti layaknya sang Pangeran Kecil yang mengembara ke seluruh semesta dan daratan bumi. Konon, kata hati seorang anak sama dengan kesadaran itu sendiri. Pencarian tentang Lunang adalah pencarian tentang kesadaran.

Tidak penting lagi apakah Lunang benar-benar seorang anak kecil atau kah sosoknya yang hanya menyerupai anak kecil. Sosoknya yang seperti tipikal sosok anak lelaki Jawa sebagaimana biasa digambarkan pada masa kolonial menunjukkan sekelumit identitas Lunang. 

Penggambaran Lunang sebagai anak laki-laki bukanlah tanpa alasan. Bagaimanapun juga, budaya maritim adalah budaya anak laki-laki. Walaupun demikian, laut adalah sesosok wanita dengan insting seorang ibu yang melindungi anaknya. Apabila para penjelajah adalah sosok yang maskulin, laut yang dijelajahinya adalah sosok yang feminim. Poros dan keseimbangan tetap menjadi salah satu elemen penyajian hasil akhir karya ini dan Iwan Effendi memilih menggunakan bentuk karusel untuk menggambarkan petualangan Lunang. Karusel tersebut memiliki sebuah pusat utama sebagaimana dalam mitos-mitos ketimuran, selalu ada pusat bagi segalanya. Karusel tersebut yang menggabungkan aspek gerak dan visual menjadi pusat dunia Lunang.. poros perputaran para pencari. Maka kisah ini bukan lagi hanya menjadi kisah tentang pencarian dan penemuan, namun juga tentang mempercayai sekelumit kebenaran dan sejarah dalam kisah-kisah.

*****

Lunang: Searching Through the Tales

This is the story of a boy whose figure keep on being  seen in different part of the world. Sometime it was as if he was appearing from thin air. People said that the boy was seen playing with the wave at an harbor in a land far away. Somehow, his little figure was also seen running around in the West, the Far East, the North and Southern side of the world.. whether at the same time or not. He has a funny look with his brown sunburnt skin color, bald head, round stomach, and wide forehead. Rumor said that he is easily found in the port, running around freely. His presence is a mystery. The harbor people and the sailor keeps talking about him-- trying to solve his mystery.

He might be just another voyager who travels around the world with all his magic. Maybe, coincidently, other boys who looks slightly like him are easily seen in different part of the world. Maybe, he was just a rumor, spread by a bored sailor. How he got here and where he is at the moment, nobody knows.

Years later, he becomes a myth. Stories about him blossomed. People can find a piece of him through the notes of world voyager who have their own way of telling about him. Some of them are magical, while others do not even make sense. Just like other stories, in these tales you can find a glimpse of truth. However, myth is what people use to answer difficult questions. There is always a part of it that is true. The boy keeps on playing with the tales. The sailors and people who lives by the sea continuously exchange stories about his whereabouts.  Whispers are flowing with the salty seaside air-- humid and warm. This is the story about Lunang, a boy met by the sailors in their quest in finding new source of life.

About a journey, a quest, and a discovery.
For Iwan Effendi, Lunang is Nusantara: the Indonesian archipelago. Indonesia, a land full of spices used to be a treasure island for those who lives in the west. Rumors about it are spreading, full of promises and adventures that will make all the boys inside every man thrilled. A huge reward will be achieved by anyone who went home from his quest --but after all, many of those failed on the process.

The archipelago of Indonesia was once a myth, just like Lunang. Tales about it spread in every harbor, full of magic, mystery, and treasure. It is an untouched land. But, how did people believe about a tale of a unknown land far away without even witnessing it first hand? That is how a little bit of faith in a glimpse of truth inside a story had became important to the history of voyage and discoveries of the world.

The tale about Indonesian archipelago needs a bit of faith from those who heard about it. The tale about a treasure that grows abundantly on its land started when a deadly plague can only be cured with nutmeg. Nutmeg that was once ignored, start to get the attention it deserved. From one expedition to another, sailors try to find its tree. Rumor said that the sailor can smell its warm spicy scent before they even reach the land. Long before a journey through the sea become conquest, politics, and trade-- it used to be boys' game full of adventure and innocent curiosity full of excitements.

In the name of adventure, survival, and new natural source; the Indonesian archipelago became one of the transit spot as well as the destination of the sea voyager from all around the world. From many other points of views, the archipelago of Indonesia was 'found'. And yet, just like Lunang was being seen here and there; the archipelago was there all along. An unknown land at the other side of the world was actually present all these times. Just like Lunang, its origin was a mystery. But, people are scared of things they do not understand. That is how some people start learning about the archipelago while the other try to conquer them.

It's wondrous to see how many mythical creatures portrayed on the map to the Indonesian archipelago. Tales about dragons, giant sea serpent, and the mermaids were portrayed on those old maps. It was said that the unknown land on the maps are often pictured as mythical creature. In The Hunt-Lenoc Globe (1503-07), some areas are marked as "Hc Svnt Dracones" (i.e. hic sunt dracones, here are dragon). Instead of actually pointing to where the dragons live, it was a sign that the area is dangerous and untouched. The term was used around the Asian eastern sea, which might actually related to the Komodo island. It might also be used to simplify the mystery of the land.

Finding Lunang: the Indonesian Archipelago
In his attempt to understand the maritime history of Indonesia, Iwan Effendi chose to learn it from stories and old maps. Through those stories, Iwan found the figure of Lunang and through those maps he wound a glimpse of Indonesian maritime history. The story of Lunang is more about the quest and discoveries made by people from the past as well as in Iwan Effendi's artworks. This process exhibition is an expedition by itself; a quest to find two things: 1. the maritime history of Indonesia and 2. the finding of Lunang with all his puzzle.

For Iwan, this little boy is what he perceived as the sea civilization that he was looking for. The maritime culture in Indonesia is a never-ending quest and when it eventually be found, it's still very green. However, a childhood is a waiting room where there is spaces to learn. Maybe, just like Lunang, it has existed for a long time but the awareness of it was newly found. The maritime culture in Indonesia is closely bounded with myth, belief, and encounters. Iwan choses to tell his story through a young boy as the center. When he chose to tell the  story of his finding about Indonesian maritime culture through a boy who keeps making an appearance in every harbor in the world; he leave a room for mystery, innocent, curiosity, and adventure. Is Lunang going on an adventure to find something? Is Lunang merely a myth blown by dreamers? Is Lunang looking for something or was he the one who has been looked for? Can anyone who met him learn something new from him?

Many similar stories appear amidst the mystery of the deep blue sea. Indonesian famous author was once tell a poetic story about a red whale that can be seen when the twilight gets perfectly golden. The back of that red whale was bleeding because of an arrow stroked perpendicularly. It was crying painfully about a wound that lasted for hundreds of years. Rumors are spreading without anyone actually witness it. Sometime, the mystery of the wide blue sea and migrating culture that aim for adventure started from one simple thing: believing.

Stories of the Indonesian archipelago was once echoed by Marco Polo in his writing about "Java le Grand" (the great island of Java). Marco Polo was once believed that Java was the greatest island in the world-- while other travelers believed that what Marco Polo thought was Java was actually New Holland (Australia). Marco Polo was amongst those who spread the word about the grandness of Java without even stepping a single foot on it. It was said that Marco Polo was only gets to Java Minor (the Sumatera island) and believed of his own theory about Java le Grande. Years later, these theories were challenged by geographic experts who proof their own theories about it.

This phenomena reminds me about a story in Antoine de Saint-Exupery's book, Little Prince, where  a geographers was diligently write about the river and the mountains he yet to see. But, isn't it beautiful to believe in travelers' tale? It is not easy to differ truth from fiction in an adventure through the sea. This is one of the thing that might be easily understood by children. That is also why Lunang was full of mystery. He was like the Little Prince who travels around the world. People said that a child's heart is similar to the consciousness itself. The quest in finding Lunang is a quest to find consciousness. It doesn't matter anymore if Lunang was actually a young boy or he simply looks like a boy. His figure is a typical Javanese boy's figure often portrayed during the colonial era. It gives us a clue about his identity.


How Iwan portrayed Lunang as a boy was not without reason. However, the maritime culture is a patriarch culture. Yet the sea is a feminine figure with a motherly instinct to protect its children. If the voyager are masculine and the sea they sailed on is a feminine figure, then shaft and balance become an important aspect of his work. As a crucial element of presentation, Iwan chose to use carousel to portray the adventure of Lunang. That carousel has one main shaft; just like how the eastern culture believe that there will always be a center of everything. The carousel combined movement and visual into the center of Lunang's world: a shaft for the onlooker. This is not just a story about a quest and a discovery anymore; but also about faith in a bit of historical truth inside every story.             

(Mira Asriningtyas)